Rabu, 31 Desember 2014

Night at the Museum 3: Secret of the Tomb (2014)

 IMDb
















Dunia berdecak kagum ketika seri pertama dari A Night At The Museum diluncurkan.
Sebuah dongeng masa kini, yang dikisahkan dengan apik, rapi, menggelitik dan tidak pernah terpikir sebelumnya.

Saya, adalah salah satu dari sekian juta pemirsa yang tersihir.
Tak terkecuali ketika seri kedua diluncurkan, saya tetap bisa menikmatinya.
Dan ketika Fox mengumumkan bahwa seri ketiga adalah seri terakhir dari franchise film ini, ditambah berita meninggalnya Robin Williams, saya bertekad, saya harus menontonnya begitu film ini hadir di bioskop.

Saya melihat sebuah kerja keras yang tidak main-main dari pembuatnya. Dari menyiapkan sebuah naskah, hingga dialog-dialog lucu juga cerdas, ditambah beberapa ide pengembangan dari versi sebelumnya.

Hasilnya adalah tontonan yang sangat menghibur. Konflik batin adalah inti dari cerita ini. Jika dua versi sebelumnya adalah konflik yang terjadi hampir-hampir spontan, maka disini konflik batin lebih mengedepan.

Saya seperti melihat orkestra memainkan lagu Auld Lang Syne dengan visualisasi dari awal hingga akhir. Ada kelucuan, tapi juga kemuraman. Ada semangat dari kalangan muda, ada juga saat senja bagi kalangan tua.

Film ini seakan memberikan warisan yang harus dilanjutkan oleh kalangan muda berikutnya.
Sebuah hiburan tidak perlu melulu menjual roman picisan, atau sensualitas tanpa batas, atau misteri supranatural.

Sebuah hiburan hanya perlu mengajak pemirsa menikmati cerita, tertawa, menangis, seiring film itu diputar. Manakala nilai-nilai kemanusiaan diselipkan, itulah yang akan mengena di hati setiap orang.
Dan di bagian akhir, sebuah tulisan yang menghenyak, terpampang jelas.

To Robin Williams
Magic Never Ends



(cz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sperm